Dimensi Tentangmu

Senin, 20 Januari 2020

Dimensi Tentangmu




Dimensi Tentangmu

Pernahkah kau ada di titik dimana hidupmu begitu teratur. Melakukan segala yang kau mampu untuk menjadi seragam. Berharap semua akan baik-baik adanya. Namun tetap merasa ada yang hilang. Seolah, ada satu kepingan puzzle yang tak juga melengkapi teka-teki yang kau ciptakan sendiri. Semestaku sebelum kau datang adalah konstalasi yang sistematis mengandung stagnansi yang konservatif.

Aku tidak tahu caranya menghargai mentari yang membakar langit hingga kemerahan. Aku tidak tahu caranya mencium wangi hujan yang membasahi bumi. Aku tidak paham dimana indahnya kalimat yang termaktud dalam larik-larik puisi. Malam-malamku hanya berisi kumpulan tugas yang harus rela kubagi dengan jam tidur dan pagi-pagiku hanyalah repitisi membosankan untuk mengenyangkan logika.

Aku lupa bahwa bintangpun bernyawa, hutanpun bernafas, dan kita diciptakan untuk melakukan hal-hal yang lebih besar dari sekedar rutinitas harian. Aku lupa bahwa kita semua terkoneksi, bahwa cinta sepatutnya menjadi bahan bakar agar kita tetap melangkah. Galis besarnya, aku lupa caranya menjadi manusia dan kemudian kau datang, kau menjadi seseoang yang memorak-morandakan jagat rayaku dengan cara yang termanis.

Kamu memintaku untuk merasakan dan mensyukuri segala hal yang cepat atau lambat akan berakhir
maka, izinkanlah aku menulis untukmu, tentangmu, meski aku tidak tahu apakah surat ini akan tiba disisi ranjangmu. atau hanya terdampar di bentangan ufuk. Izinkanlah aku mengabadikan perjalanan kita, agar aku tidak lupa bahwa suatu ketika di antara perjumpaan dan selamat tinggal.

Malam telah dipenuhi senyum, senja pernah menjadi bait puisi, hujan pernah mengatarkan kerinduan
dan tangan kita pernah saling bergandengan. Diantara perjumpaan dan selamat tinggal, kita pernah sekuat tenaga menyatukan perbedaan, meski diakhiri dengan kerelaan untuk menyerah. 

Diantara perjumpaan dan selamat tinggal, kau dan aku, pernah menjadi kita. hidup adalah serangkaian kebetulan, kebetulan adalah takdir yang menyamar.


By: Fiersa Besari

0 komentar :

Posting Komentar